Beberapa orang kolega cukup terkejut ketika saya bilang ini tahun kelima saya dan husband LDR. Ini tahun pertama kami LDR sebagai pasangan suami istri, though, dan 4 tahun sebelumnya kami lalui masa pacaran dengan LDR. Minggu lalu ada seorang teman bertanya, "Rini kan LDR setelah menikah, gimana tuh caranya biar survive relationshipnya?" Jadi tulisan ini didedikasikan buat pasangan yang khawatir akan LDR, khususnya temen saya tersebut.
Pengalaman empat tahun pacaran LDR, buat saya dan husband sebenarnya capek sekali, makanya kami memutuskan untuk menikah agar bisa hidup bersama. Namun, ternyata skenario yang saya buat dengan husband untuk hidup bersama setelah menikah tidak bisa berjalan, karena faktor x, y, dan z. Jadi, beberapa bulan sebelum menikah, kami sampai pada keputusan bahwa husband akan tetap tinggal dan bekerja di Indonesia, tidak ikut sama saya ke New Zealand. Terus banyak juga pihak keluarga yang bilang, "Kalau gitu nikahnya nanti aja setelah Rini lulus kuliah?" Cuma persiapan wedding sudah kadung sekitar 70%, pun saya sudah beli tiket mudik buat wedding. Dan tentunya, saya sama husband pengen hubungan kami legal dan halal. :) Jadi keputusan kami pun bulat untuk menjalani LDR. Gentar juga sih sebenarnya, tapi kami go with the flow. Sampai akhirnya masa liburan summer saya berakhir dan saya harus kembali ke NZ.
Saya ingat sekali perpisahan kami yang mengharukan di bandara, rasanya saya benar-benar tidak ingin kembali ke NZ, to be honest. Well, minggu pertama sampai di NZ tiap mau tidur saya nangis, rindu suami. Kondisi diperparah dengan flat yang tidak punya wifi, yang buat komunikasi sulit sekali dengan sms. Jackpot banget deh. Nah, tapi alhamdulillah, sekarang saya sudah setidaknya gak nangis tiap mau tidur, koneksi wifi juga udah lancar. Ini bulan ke 7 saya jauh dari suami, pengen sekedar berbagi tips survive relationship.
1. Pahami ekspektasi masing-masing
Jadi karena jauh, beda zona waktu, kesibukan, dan sebagainya, menjaga komunikasi akan sangat challenging. Misal nih yah, saya sama husband beda 4 jam, husband baru selesai kerja, eh saya udh tengah malam, ngantuk-ngantuk kecapean beraktifitas sehari-hari. Tapi mungkin, ekspektasi husband saya, at least dalam sehari kami harus bertelpon-ria minimal sebentar sebelum saya tidur. Kami juga sepakat untuk saling mengabari paling tidak ketika break dari aktifitas atau klo mau kemana-mana saling kasih tau. Selain, itu mungkin ada hal lain yang diharapkan dari pasangan, misal kami sepakat walau jauh kami akan saling memperhatikan keluarga. Suami saya cukup rutin menelpon papa untuk menanyakan kabar, menelpon atau BBM kakak-kakak saya saat mereka ultah, atau sekedar berkabar-ria. Saya juga rutin sms-an dengan ibu mertua, fban dengan kakak ipar. Tentunya penting sekali menjaga komunikasi dengan anggota keluarga yang lain, karena menikah tidak cuma menyatukan dua orang, tapi dua keluarga.
FYI: Saya bawa nomor telkomsel ke NZ, jadi ibu mertua saya sms ke no telkomsel saya dengan tarif lokal, dan saya sms ke beliau dengan service gratis dari www.freesms4us.com
Hmm, jadi mungkin singkat ceritanya, pasangan harus saling terbuka tentang ekspektasi masing-masing nih, biar nanti ga ada salah satu pihak yang bilang "Kamu harusnya tau, saya pengennya kamu gini, gitu, dst?"
Ya gimana bisa tau mbak e, mas e, klo gak bilang. :D
2. Komitmen, luangkan waktu, hargai waktu yang telah di sepakati bersama
Nah satu lagi yang penting itu komitmen, klo masing-masing pihak sudah tau ekspektasi dan menyatakannya. Pastikan untuk menjaga komitmen untuk menjalankan apa yg disepakati. Juga berkomitmen untuk saling setia, pastinya yah. hehehe. Kalau misalnya udah sepakat, tiap hari mau telponan sejam, pada jam sekian, luangkan waktu, harga kesepakatan tersebut. Dengan begitu nanti juga pasangan yakin nih, wah, suami saya atau istri saya, memang committed to untuk jaga relationship kami, menempatkan saya pada priority listnya. Misal yah, kadang saya terharu sekali, suami, walau capek setelah kerja, secara konsisten menelpon saya pada jam yg kami sepakati bersama, walau kadang-kadang ketika bertelponan suami saya atau saya sering ketiduran karena capek. :D hehehe.
Kesimpulan, komitmen penting banget! Apalagi komitmen untuk saling setia dan menjaga diri selama jauh dari pasangan.
3. Jaga intensitas komunikasi : sering-sering komunikasi via BBM, skype.
Seperti udah saya ceritakan di poin 1, saya sama husband selalu berusaha menjaga intensitas kommunikasi. Jaman belum punya smartphone dan belum nikah, kami sehari bisa pake 200 sms untuk saling mengabari, dan bertelpon ria minimal 3 jam. Ini juga sebenarnya hal utama survive-nya relationship kami. Nah, sekarang, karena punya smartphone, kami, anytime lagi break kerja, bangun tidur, mau makan, mau sholat, pasti BBM chat atau voice chat, sekedarnya tanya lagi apa, gimana kabarnya, tidurnya nyenyak gak. Hal-hal yang nampak sepele, tapi sebenarnya sangat signifikan untuk membangun kedekatan hati walau jarak ribuan kilometer. Pun pake BBM voice kami biasanya bertelponan 2-3 jam sehari, ngobrol ngalor ngidul. Kayak semalem saya sama husband, pilih nama bayi, ngobrolin tentang pencapaian main game candy crush. :D
4. Percaya aja
Ada juga yah kadang mungkin yang nyeletuk, "Rini wah gimana tuh jauh sama suami? Yakin suami bakal setia?" Saya yakin Allah yang maha membolak-balikkan hati, jadi tiap selesai sholat selalu berdoa agar hati suami saya dijaga hanya untuk saya. Amiiin.. Yang pasti, klo berjauhan kan jelas kita ga bisa kontrol aktifitas pasangan yah, kita juga ga bisa ngawasin si dia 24 jam. Ya percaya aja, ada Allah yang insyaAllah akan jaga pasangan kita. Doanya dirutinkan sembari melakukan point 1, 2, dan 3. Gitu kira-kira prinsip kami.
5. Let it flow dan be flexible
Ini tips dari suami saya nih, katanya let it flow ajah, enjoy aja. Mungkin awal LDR akan terasa berat, rindu sekaliiii, nikmati aja, nanti lama-lama akan adjust dengan situasi. Lalu, be flexible dengan dinamika. Misal contoh nih yah, saya sama suami dulu sering ribut karena kami sepakat malam minggu malam yg spesial, eh ternyata tiap malam minggu tahun lalu saya stuck di lab ngerjain tugas kuliah, sementara husband sibuk di ngumpulin data di near shore atau ke offshore. Makin kesini kami makin enjoy aja sih, klo misal lagi ada hal-hal yang memang mendadak dan sangat urgent untuk dikerjakan dan membuat kami ga bisa bertelponan di malam minggu, ya wes, gak papa. :D
6. Do something in common
Walau jauh, usahakan untuk punya something in common yang bisa bikin obrolan tetep nyambung. Saya dan husband sebenarnya dari dua lingkungan yang berbeda, kami dari universitas yang beda, culture yang beda, dan gak begitu banyak friends atau things in common. Jadi, buat kami penting untuk membangun things in common, contohnya, saya join grup watsap yg isinya mantan temen sekost-nya waktu kuliah dan istri mereka. Blog ini juga sebenarnya upaya untuk build things in common diantara kami. :D Jadi tiap bertelponan ada topik yg bisa bikin obrolan keep going.
7. Little surprise presents or something special
Nah lastly yang bisa saya bagi adalah walau jauh siapa bilang kita ga bisa ngelalui momen kayak ultah atau anniversary dengan spesial? Baru-baru ini buat ultah husband, saya design t-shirt dan minta t-shirtnya di delivery ke husband. Enak mah sekarang online shop banyak, transaksi pake internet banking gampang juga. Jadi, walau istrinya jauh, husbandnya tetep dapet kiriman hadiah ultah yang spesial.
So far, alhamdulillah kami baik-baik saja dengan mempraktekkan apa yang saya share diatas. Finally, saya mau bilang LDR berat, klo bisa jangan LDR sebenarnya, tapi klo memang terpaksa LDR, jangan khawatir, insyaAllah semuanya akan baik-baik saja.
LDR? Siapa takut?
*takutnya ke Allah ajah, takut bikin Allah murka klo tidak setia sama suami atau istri dan berbuat dosa*
PS. Bagi pemula LDR yang lagi having hard time, bisa kontak saya yah, kita saling menguatkan dan sharing aja.
Cheers,
Rini & Zuhdi