Selamat datang, Kia Ora, Welcome to our virtual home!
Rini and Zuhdi have been in long distance relationship for nearly five year up until now.
This blog is dedicated to share our love story to other LDR couples.


Saturday, July 12, 2014

Komunikasi dalam LDR

Pagi ini saya menemukan husband's old blog. Sedih juga membacanya, husband ternyata kalau lagi berantem sama saya dulu suka nge-blog. Ada beberapa post tentang kegalauan hatinya ketika kami sedang berkonflik. Maapin Imoo ya, Husband.


My husband and I (2012)

Tahun pertama dan kedua kami pacaran memang cukup penuh badai. Kami seringkali ribut tentang hal-hal yang menurut saya sebenarnya sangat sepele, namun buat husband itu benar-benar penting. Misalnya, saya telat balas sms, dan saya tidak angkat telepon. Menurut husband, komunikasi diantara kami sangatlah penting. Husband saya tipikal orang yang kalau mengirim pesan akan menunggu balasan pesan, dan jadi sedikit tidak sabaran kalau pesannya lama di balas atau telponnya tidak diangkat. Selain itu, saya dan husband sebenarnya tergolong mahasiswa yang cukup sibuk, entah itu kuliah maupun kegiatan organisasi, belum lagi kondisi saya yang commute dari Palembang ke Indralaya hampir tiap hari menambah rumitnya jadwal dan kesibukan kami. Alhasil, spare time kami kadang tidak match, seringkali saat husband sibuk, saya lagi gak sibuk, menanti-nanti sms dan telpon darinya, dan begitu pun sebaliknya bagi husband. Singkat cerita, mengatur waktu komunikasi sangatlah challenging bagi kami berdua.

Tapi Alhamdulillah, husband benar-benar serius berjuang untuk menjaga intensitas komunikasi kami. Kami bahkan punya perjanjian komunikasi yang ditulis oleh husband dan kami sepakati bersama. :D Poin-poin dalam perjanjian itu misalnya batas maksimal waktu delay dalam membalas sms, toleransi alasan kenapa tidak mengangkat telepon, dan hal-hal lainnya.

Pertanyaannya, apakah perjanjian ini worked it out dan menghentikan konflik kami soal komunikasi? Yep, it did, tapi tidak selalu, kadang kami masih sering berkonflik juga. Tapi seiring waktu berjalan, mungkin sekitar tahun ketiga, husband jadi lebih sabar misalnya ketika saya balas sms-nya agak lama. Saya mau menggaris bawahi disini bahwa surat perjanjian yang kami buat tetap berperan penting untuk me-manage ekspektasi dari masing-masing pihak, dan tentunya cinta dan komitmen membuat kami tetap bersemangat menjaga komunikasi agar hati tetap bersama walau secara fisik kami jauh terpisah.






2 comments: